Museum Negeri Aceh Yang Menarik Hingga Tertarik

- Juni 22, 2016

Museum Negeri Aceh Yang Menarik Hingga Tertarik

 
Museum Aceh didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yang pemakaiannya diresmikan oleh Gubernur Sipil serta Militer Aceh Jenderal H.N.A. Swart pada tanggal 31 Juli 1915. Pada waktu itu bangunannya berupa sebuah bangunan Rumah Tradisional Aceh (Rumoh Aceh). Bangunan ter-sebut berasal dari Paviliun Aceh yang ditempatkan di arena Pameran Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) di Semarang pada tanggal 13 Agustus - 15 November 1914.



F.W. Stammeshaus , Kurator Pertama Museum Aceh & Kepala Museum Aceh 31 Juli 1915 s/d 1931
Pada waktu penyelenggaraan pameran di Semarang, Paviliun Aceh memamerkan koleksi-koleksi yg sebagian besar adalah milik pribadi F.W. Stammeshaus, yg pada th 1915 menjadi Kurator Museum Aceh pertama. Selain koleksi milik Stammeshaus, juga dipamerkan koleksi-koleksi berupa benda-benda pusaka dari pembesar Aceh, sehingga dengan demikian Paviliun Aceh ialah Paviliun yang paling lengkap koleksinya.

Pada pameran itu Paviliun Aceh sukses memperoleh 4 medali emas, 11 perak, 3 perunggu, dan piagam penghargaan sbagai Paviliun paling baik. Keempat medali emas tersebut diberikan untuk: pertunjukan, boneka-boneka Aceh, etnografika, & mata uang; perak utk pertunjukan, foto, serta peralatan rumah tangga. Sebab keberhasilan tersebut Stammeshaus mengusulkan terhadap Gubernur Aceh agar Paviliun tersebut dibawa kembali ke Aceh serta dijadikan sebuah Museum. Ide ini diterima oleh Gubernur Aceh Swart. Atas prakarsa Stammeshaus, Paviliun Aceh itu dikembalikan ke Aceh, serta pada tanggal 31 Juli 1915 diresmikan sebagai Aceh Museum, yg berlokasi di sebelah Timur Blang Padang di Kutaraja (Banda Aceh sekarang). Museum ini berada di bawah tanggungjawab penguasa sipil & militer Aceh F.W. Stammeshaus sbagai kurator pertama.

Sesudah Indonesia Merdeka, Museum Aceh menjadi milik Pemerintah Daerah Aceh yang pengelolaannya diserahkan terhadap Pemerintah Daerah Tk. II Banda Aceh. Pada tahun 1969 atas prakarsa T. Hamzah Bendahara, Museum Aceh dipindahkan dari tempatnya yg lama (Blang Padang) ke tempatnya yg sekarang ini, di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah pada tanah seluas 10.800 m2. Setelah pemindahan ini pengelolaannya diserahkan kepada Badan Pembina Rumpun Iskandarmuda (BAPERIS) Pusat.
 Rumoh Atjeh Tempoe Doeloe

Sejalan dengan program Pemerintah mengenai pengembangan kebudayaan, hususnya pengembangan permuseuman, pada saat th 1974 Museum Aceh telah mendapat biaya Pelita melalui Proyek Rehabilitasi & Perluasan Museum Daerah Istimewa Aceh. Melalui Proyek Pelita sudah sukses direhabilitasi bangunan lama serta sekaligus dengan pengadaan bangunan-bangunan baru. Bangunan baru yang telah didirikan itu gedung pameran tetap, gedung pertemuan, gedung pameran temporer dan perpustakaan, laboratorium dan rumah dinas.

Selain untuk pembangunan sarana/gedung Museum, dengan biaya Pelita telah pula diusahakan pengadaan koleksi, utk menambah koleksi yg ada. Koleksi yg telah bisa dikumpulkan, secara berangsur-angsur diadakan penelitian serta hasilnya diterbitkan guna dipublikasikan secara luas.
 Tampak salah satu bangunan baru yg berfungsi sebagai Gedung Pertemuan

Sejalan dengan program Pelita dimaksud, Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh dan Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (BAPERIS) Pusat sudah mengeluarkan Surat Keputusan bersama pada tanggal 2 september 1975 nomor 538/1976 serta SKEP/IX/1976 yg isinya tentang persetujuan penyerahan Museum terhadap Departemen Pendidikan dan Kebudayan untuk dijadikan sbagai Museum Negeri Provinsi, yang sekaligus berada di bawah tanggungjawab Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Kehendak Pemerintah Daerah untuk menjadikan Museum Aceh sebagai Museum Negeri Provinsi baru dapat direalisir tiga tahun selanjutnya, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan serta Kebudayaan Republik Indonesia, tanggal 28 Mei 1979, nomor 093/0/1979 terhitung mulai tanggal 28 Mei 1979 statusnya sudah menjadi Museum Negeri Aceh. Peresmiannya baru dapat dilaksanakan setahun kemudian atau tepatnya pada tanggal 1 September 1980 oleh Menteri Pendidikan & Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef.

Sesuai peraturan pemerintah nomor 25 th 2000 mengenai kewenangan pemerintah & kewenangan provinsi sbagai Daerah Otonomi pasal 3 ayat 5 butir 10 f, maka kewenangan penyelenggaraan Museum Negeri Propinsi Daerah Istimewa Aceh berada di bawah Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sekarang Provinsi Aceh).
 Kuburan sultan Aceh dari keturunan Aceh - Bugis

Sejalan dengan program pemerintah tentang pengembangan kebudayaan, hususnya pengembangan permuseuman, sejak tahun 1974 Museum Aceh sudah mendapat biaya Pelita melalui Proyek Rehabilitasi & Perluasan Museum Daerah Istimewa Aceh. Melalui Proyek Pelita sudah sukses direhabilitasi bangunan lama & sekaligus dengan pengadaan bangunan-bangunan baru. Bangunan baru yg telah didirikan itu gedung pameran tetap, gedung pertemuan, gedung pameran temporer serta perpustakaan, laboratorium & rumah dinas.

Selain utk pembangunan sarana/gedung museum, dengan biaya Pelita telah pula diusahakan pengadaan koleksi, untuk menambah koleksi yg ada. Koleksi yang sudah dapat dikumpulkan, secara berangsur-angsur diadakan penelitian dan hasilnya diterbitkan guna dipublikasikan secara luas.

Sejalan dengan program Pelita dimaksud, Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh & Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (BAPERIS) Pusat sudah mengeluarkan Surat Keputusan bersama pada tanggal 2 september 1975 nomor 538/1976 & SKEP/IX/1976 yg isinya tentang persetujuan penyerahan Museum terhadap Departemen Pendidikan dan Kebudayan untuk dijadikan sbagai Museum Negeri Provinsi, yang sekaligus berada di bawah tanggungjawab Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Kehendak Pemerintah Daerah utk menjadikan Museum Aceh sbagai Museum Negeri Provinsi baru bisa direalisir tiga th kemudian, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tanggal 28 Mei 1979, nomor 093/0/1979 terhitung mulai tanggal 28 Mei 1979 statusnya telah menjadi Museum Negeri Aceh. Peresmiannya baru dapat dilaksanakan setahun kemudian atau tepatnya pada tanggal 1 September 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef.

Sesuai peraturan pemerintah nomor 25 th 2000 tentang kewenangan pemerintah serta kewenangan provinsi sebagai Daerah Otonomi pasal 3 ayat 5 butir 10 f, maka kewenangan penyelenggaraan Museum Negeri Provinsi Daerah Istimewa Aceh berada di bawah Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Aceh (sekarang Provinsi Aceh).

Seputar Museum Negeri Aceh Yang Menarik Hingga Tertarik

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Museum Negeri Aceh Yang Menarik Hingga Tertarik